MAKASSAR - Utang Pemerintah Kota Palopo, Sulawesi Selatan, menjadi fokus utama dalam dialog terbuka yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL) Palopo.
Acara tersebut mengangkat tema “Review Utang dan Peluang Investasi” dan menghadirkan Hamzah Jalante, mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Palopo, sebagai salah satu narasumber.
Dalam paparannya, Hamzah Jalante menjelaskan bahwa utang sebesar Rp250 miliar yang membelit Pemkot Palopo disebabkan oleh perencanaan dan pengelolaan keuangan yang kurang tepat.
Menurutnya, permasalahan ini sudah diprediksi sejak lima tahun lalu.
“Jika perencanaan tidak dilakukan dengan hati-hati dan hanya berdasarkan intuisi, maka hasilnya seperti ini. Lima tahun lalu, sudah diperkirakan bahwa utang sebesar ini akan muncul. Saya sudah memberikan peringatan bahwa kondisi likuiditas yang terganggu akan mempengaruhi keuangan Palopo, ” ungkap Hamzah dalam dialog yang berlangsung di Warkop KNPI Kota Makassar, Minggu (18/8/2024) dikutip IniPalopo.com.
Hamzah juga menyoroti kebijakan Pemkot Palopo yang dinilainya memaksakan pembangunan proyek infrastruktur, hingga berdampak pada pengurangan anggaran belanja pegawai.
“Akibat utang ini, pegawai yang menjadi korban. Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dipangkas dan pembayarannya terlambat, ” ujarnya.
Salah satu proyek yang dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran adalah pembangunan Menara Payung. Hamzah menilai bahwa proyek ini belum memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Palopo.
Ia menyarankan agar Pemkot lebih memanfaatkan ruang publik untuk mendukung perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai ribuan.
“Kenapa membangun menara, bukan mengelola ruang publik yang dapat mendukung 13 ribu UMKM yang ada? Kenapa tidak membangun pusat keramaian di wilayah selatan, tengah, dan utara kota dengan biaya yang lebih efisien?” lanjut Hamzah.
Untuk melunasi utang sebesar Rp250 miliar tersebut, Hamzah menawarkan solusi yang menurutnya dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan, terlepas dari siapa yang nantinya menjabat sebagai Wali Kota Palopo.
Pertama, Hamzah menyarankan pemerintah untuk melakukan intensifikasi pendapatan. Selain itu, ia menekankan perlunya pengurangan jumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dinilainya terlalu besar.
“Saat ini ada 36 OPD. Seharusnya, maksimal hanya 14 dinas saja untuk mengurangi biaya operasional. Hal ini sudah menjadi perhatian anggota dewan di sana. Kemudian, berdayakan 13 ribu UMKM yang ada, ” tegas Hamzah.
Hamzah juga menyarankan agar utang terkait infrastruktur diperiksa dengan seksama sebelum dibayar, bahkan jika perlu dilakukan audit forensik untuk memastikan keabsahan jumlah utang dan volumenya, guna menghindari potensi kerugian negara.
Sebagai penutup, Hamzah menekankan bahwa siapa pun yang terpilih sebagai Wali Kota Palopo pada Pilkada 2024 harus mengutamakan pembayaran utang.
“Siapa pun yang terpilih nanti, tidak perlu memikirkan untuk mengembalikan modal atau melakukan belanja yang tidak penting, apalagi membangun taman. Utang harus dibayar terlebih dahulu, karena itu adalah kewajiban pemerintah, ” tandasnya.
Sementara itu, Ketua KNPI Sulsel Andi Surahman Batara, yang juga merupakan putra asli Palopo, mengusulkan agar para kandidat calon Wali Kota Palopo diundang untuk mendiskusikan isu utang pemerintah daerah.
Menurutnya, ini adalah tanggung jawab moral Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL) Palopo untuk menguji kemampuan para kandidat dalam menangani masalah tersebut.
“Para calon wali kota ini harus dilibatkan dalam pembahasan masalah utang. Ini adalah tanggung jawab moral IPMIL untuk menguji sejauh mana mereka mampu menangani persoalan ini. Kita perlu mendengar apa gagasan mereka terkait masalah ini, ” ujar Surahman Batara.
Senada dengan itu, mantan anggota DPRD Makassar, Mustagfir Sabry, yang juga pengurus Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Sulsel, menambahkan bahwa utang dalam pemerintahan bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
“Utang bukanlah sesuatu yang ‘haram’ dalam pemerintahan, namun harus seimbang dengan kemampuan keuangan daerah. Jangan sampai nilai utang melebihi kapasitas keuangan, ini yang salah. Kami berharap IPMIL Palopo bisa menjadi yang terdepan dalam merespons persoalan ini, ” ujar Mustagfir Sabry, yang akrab disapa Moses. [*]